MAKALAH UDANG VANNAMEI TeHaPe UHO.

MAKALAH
Teknologi Hasil Perikanan Modern
 “Udang Vannamei

Oleh :
ARMIN
Q1B115011



JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI

KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
            Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan inayah-Nya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Hasil Perikanan Modern ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya Amiin.
            Makalah ini saya susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk menambah wawasan khususnya mengenai relevansi udang Vannamei, adapun metode yang saya ambil dalam penyusunan makalah ini adalah berdasarkan pengumpulan sumber informasi dari berbagai karya tulis dan kajian serta interview dari jurnal.                                                                 
                                                                                            
                                                                                     Kendari,      Juni, 2018
                                                                                            ARMIN



DAFTAR ISI
                                                                                                                   Halaman
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
            1.1. Latar Belakng
            1.2. Rumusan Masalah
            1.2. Tujuan
II. PEMBAHASAN
            2.1 Bagaimana Sejarah Udang Vannamei Masuk ke Indonesia
            2.2 Bagaimana Sifat Biologi Udang Vannamei
            2.3 Bagaimana Cara Budidaya Udang Vannamei
III. PENUTUP
            3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA






BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditi perikanan yang dibudidayakan di Indonesia. Udang ini mulai masuk dan dikenalkan di Indonesia pada tahun 2001 melalui SK Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 sebagai upaya untuk meningkatkan produksi udang Indonesia menggantikan udang windu (Penaeus monodon) yang telah mengalami penurunan kualitas. Budidaya udang vaname dilakukan dengan sistem intensif dan semi intensif, dicirikan dengan padat tebar yang cukup tinggi, yaitu antara60-150 ekor/m2 (Briggs et al., 2004), penggunaan kincir air, pemasangan biosecurity, pengelolaan kualitas air, penggunaan pakan komersil dengan kandungan protein yang tinggi, penggunaan probiotik dan alat-alat pendukung lainnya.
                    Udang vannamei termasuk pada famili Penaidae yaitu udang laut. Udang vannamei berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brasil, dan Meksiko sudah lama membudidayakan jenis udang yang juga dikenal dengan nama pacific white shrimp.
            Vannamei banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan antara lain, relatif tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 - 110 hari), padat tebar tinggi, sintasan pemeliharaan tinggi dan Feed Convertion Ratio rendah (Hendrajat et al. 2007). Tingkat kelulushidupan vannamei dapat mencapai 80 - 100% (Duraippah et al. 2000), dan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulus hidupannya mencapai 91%. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2). Ukuran tubuh maksimum mencapai 23 cm. Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, L.vannamei tumbuh dengan lambat yaitu 7 sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban et al. 1995).
            Udang vannamei termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Kandungan protein pada pakan untuk udang vannamei relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al. (2004), udang vannamei membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%.
1.2 Tujuan
            Tujuan dari makalah ini adalah yakni sebagai berikut
1. Bagaimana Sejarah Udang Vannamei Masuk ke Indonesia
2.Bagaimana Sifat Biologi Udang Vannamei
3. Bagaimana Cara Budidaya Udang Vannamei








BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Udang Vannamei
            Udang vaname atau biasa juga disebut udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang introduksi. Habitat asli udang ini adalah di perairan pantai dan laut  yang ada di Pantai Pasifik Barat Amerika Latin. Pertama kali udang ini diperkenalkan di Tahiti pada awal tahun 1970, tetapi hanya sebatas pada penelitian tentang potensi yang dimiliki oleh udang tersebut. Lalu selanjutnya untuk pengembangan budidaya yang intensif di lakukan di Hawaii (Barat Pantai Pasifik), Teluk Meksiko (Texas), Balize, Nikaragua, Kolombia, Venezuela dan di Brazil pada akhir 1970an.
            Udang ini kemudian diimpor oleh negara-negara pembudidaya udang di Asia, seperti China (1988), India (2001), Thailand (1988), Bangladesh, Vietnam (2000), dan Malaysia (2001), Filipina (1997). Dalam perkembangan berikutnya, Indonesia juga memasukkan udang vaname sebagai salah satu jenis udang budi daya tambak, selain udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih/udang njerebung (Penaeus merguiensis).
            Beberapa catatan juga menyebutkan bahwa udang vaname yang masuk ke Indonesia sebagian berasal dari Nikaragua dan sebagian lagi berasal dari Meksiko. Pada awalnya pemerintah memberi izin bagi dua perusahaan untuk mengimpor udang vaname sebanyak 2.000 ekor induk dan 5 juta ekor benur dari Hawaii dan Taiwan, pada saat itu pemerintah juga memberikan izin untuk mengimpor lagi 300 ribu ekor benur dari daerah asalnya di Amerika Latin.
            Dalam perkembangannya induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan di hatchery yang ada di Indonesia. Pengembangan intensif tersebut dilakukan di daerah Situbondo dan juga Banyuwangi, Jawa Timur. Setelah berhasil diternakkan, maka udang vaname tersebut disebarkan untuk dikembangkan di daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
            Udang vaname dimasukkan ke Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: bahwa udang ini memiliki ketahanan terhadap penyakit yang cukup baik, lalu juga memiliki laju pertumbuhan yang cepat (masa pemeliharaannya berkisar 90 – 100 hari). Selain itu untuk menghasilkan satu kilogram daging, udang ini memerlukan pakan sebanyak 1,3 kilogram, jumlah tersebut termasuk angka yang cukup menguntungkan karena nilai FRC-nya termasuk cukup rendah. Sehingga kita dapat hemat dalam pengeluaran untuk pakan.
2.2 Sifat Biologi Udang Vannamei
            Udang vanname (Litopnaeus vannamei) merupakan organisme akuatik asli pantai pasifik meksiko, amerika tengah dan amerika selatan. Udang vannamei memiliki nama umum pacific white shrimp, camaron blanco, dan longostino. Udang vanamei dapat tumbuh sampai 230 mm/9 inchi. Udang vanamei menyukai dasar yang berpasir dengan kedalaman sekitar 72 m dari permukaan laut. Spesies ini memiliki karapas yang bening sehingga warna pada ovary dapat terlihat.
Penggolongan udang vanname menurut Dore dan Frimodt 1987 diacu dalam Muzaki 2004) adalah :
Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Eumalacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopnaeus vannamei
            Bagian tubuh udang vanamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan dada (chepalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vanamei terdiri dari antenula , antena, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vanamei juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Perut udang vanamei terdiri dar 6 ruas dan juga terdapat pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sift udang vanamei aktif pada kondisi gelap dan dapat hidup pada kisaran salinitas lebar dan suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tapi terus menerus (continous feeder) serta mencari makan lewat organ sensor. Spesies ini memiliki 6 stadia naupli, 3 stadia protozoa, 3 stadia mysis dan stadia post larva dalam siklus hidupnya. Stadia post larva berkembang menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa (Haliman 2005 diacu dalam Pranoto 2007). Udang vanamei juga mempunyai nama F.A.O yaitu whiteleg shrimp, crevette pattes blanches, dan camaron patiblanco.
            Udang vanamei dapat tumbuh sampai 230 mm/9 inchi (Dore dan Frimodt 1987 diacu dalam Muzaki 2004). Udang vanamei menyukai dasar yang berpasir dengan kedalaman sekitar 72 m dari permukaan laut (Dore dan Frimodt 1987 diacu dalam Muzaki 2004). Pada betina gonad pertama berukuran kecil, berwarna coklat keemasan atau coklat kehijauan pada musim pemijahan Penaeus vannamei, biasa juga disebut sebagai udang putih dan masuk ke dalam famili Penaidae. Anggota famili ini menetaskan telurnya di luar tubuh setelah telur dikeluarkan oleh udang betina. Udang Penaeid dapat dibedakan dengan jenis lainnya dari bentuk dan jumlah gigi pada rostrumnya. Penaeid vannamei memiliki 2 gigi pada tepi rostrum bagian ventral dan 8-9 gigi pada tepi rostrum bagian dorsal (Anonim , 2007). Penaeus vannamei memiliki karakteristik kultur yang unggul. Berat udang ini dapat bertambah lebih dari 3 gram tiap minggu dalam kultur dengan densitas tinggi (100 udang/m2). Berat udang dewasa dapat mencapai 20 gram dan diatas berat tersebut, Penaeus vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban et al., 1991).
            Penaeus vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik. Rasa udang dapat dipengaruhi oleh tingkat asam amino bebas yang tinggi dalam ototnya sehingga menghasilkan rasa lebih manis. Selama proses post-panen, hanya air dengan salinitas tinggi yang dipakai untuk mempertahankan rasa manis alami udang tersebut. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang.
            Penaeus vannamei akan mati jika tepapar pada air dengan suhu dibawah 15oC atau diatas 33oC selama 24 jam atau lebih. Stres subletal dapat terjadi pada 15-22 oC dan 30-33oC. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan Penaeus vannamei adalah 23-30oC. Pengaruh temperatur pada pertumbuhan Penaeus vannamei adalah pada spesifitas tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum air akan menurun (Wyban et al., 1991).
            Proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya terjadi pada waktu malam hari.Tetapi, udang Penaeus vannamei paling aktif kawin pada saat matahari tenggelam. Spesies Penaeus vannamei memiliki tipe thelycum tertutup sehingga udang tersebut kawin saat udang betina pada tahap intermolt atau setelah maturasi ovarium selesai, dan udang akan bertelur dalam satu atau dua jam setelah kawin (Wyban et al., 2005). Peneluran terjadi saat udang betina mengeluarkan telurnya yang sudah matang. Proses tersebut berlangsung kurang lebih selama dua menit. Penaeus vannamei biasa bertelur di malam hari atau beberapa jam setelah kawin. Udang betina tersebut harus dikondisikan sendirian agar perilaku kawin alami muncul (Wyban et al., 1991).
            Dalam usaha pemeliharaan larva udang vanname, perlu adanya pengetahuan tentang sifat udang vanname, menurut Haliman, (2003), beberapa tingkah laku udang vanname yang perlu kita ketahui antara lain :
a. Aktif pada kondisi gelap (sifat noktunal)
b. Dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline)
c. Suka memangsa sesama jenis (sifat kanibal)
d. Tipe pemakan lambat, tapi terus-menerus (continuo feeder)
e. Menyukai hidup di dasar (bentik)
f. Mencari makanan lewat organ sensor (chemoreceptor)


2.3 Cara Budidaya Udang Vannamei
            Pemeliharaan udang vannamei jauh lebih mudah dibanding udang windu. Hal ini yang menyebabkan para petani tambak saat ini lebih memilih udang vannamei daripada udang windu. Menurut Irawan (2012) pada awalnya udang windu memang menjadi komoditi utama udang. Setelah pembudidayaan udang windu banyak mengalami permasalahan, sekarang pemerintah dan petambak mencari terobosan baru untuk memecahkan permasalahan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, dilepas varietas udang vannamei yang diyakini bisa meningkatkan gairah pertambakan udang menjadi prospektif kembali. Hal ini didukung dengan hasil budidaya udang vannamei pada lahan uji coba di sejumlah daerah dengan produktivitas yang lebih tinggi dibanding varietas sebelumnya, misalnya udang windu.
            Cara pemeliharaan udang vannamei yang dibudidayakan di tambak
  1. Persiapan Tambak
Menurut narasumber, tambak harus dibuat khusus untuk pembibitan yaitu sedalam 60 cm dengan kadar asin dan pH yang sesuai. Sebelum memasukkan benih, tambak haruslah sudah dikeringkan. Ditambahkan oleh WWF Indonesia (2014) persiapan yang perlu dilakukan pada tambak vannamei meliputi:
  1. Perbaikan konstruksi tambak diutamakan pada kondisi fisik pematang yang harus kuat dan tidak boleh terdapat bocoran
  2. Pengeringan dasar tambak bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah dasar tambakmaupun untuk mematikan hama dan penyakitdi dasar tambak. Pengeringan dilakukan sampai tanah dasar terlihat pecah-pecah/retak-retak (kandungan air 20%), warna cerah dan tidak berbau; atau bila dilakukan pemeriksaan laboratorium kandungan bahan organik kurang dari 12%. Jika terdapat endapan lumpur hitam di dasar tambak, harus diangkat dan dibuang ke luar petakan tambak. Untuk menghilangkan sisa bau lumpur dapat digunakan cairan molase (tetes tebu).
  3. Perbaikan pH lahan tambak dapat dilakukan dengan mengukur pH tanah pada beberapa titik yang berbeda menggunakan alat ukur pH (pH soil tester). Pengapuran dilakukan untuk menaikkan pH minimal 6. Agar lebih akurat, dapat menggunakan pH fox (penambahan hidrogen peroksida sebanyak 5 tetes). Jika perbedaan antara pH fresh dan pH fox lebih tinggi dari empat (4), maka harus segera dilakukan reklamasi. Untuk memperbaiki pH tanah dapat digunakan kapur CaOH untuk pH tanah kurang dari 6 atau menggunakan CaCO3 jika pH telah lebih dari 6.
  1. Pemilihan dan Penebaran Benih
Benih adalah salah satu faktor yang penting dalam budidaya udang karena jika ingin memperoleh hasil panen yang baik benih udang harus dalam keadaan sehat, tidak cacat dan ukuran antar benih ikan relative sama. Narasumber mendapatkan benih vannamei dari daerah Paciran, Situbondo, dan Tuban. Benih dari daerah Situbondo lebih baik daripada benih daerah Paciran dan Tuban.
Penebaran benur dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan warna hijau cerah/cokelat muda. Penebaran diawali dengan proses aklimatisasi suhu media angkut benur dengan cara mengapungkan kantong plastik ke perairan tambak. Adaptasi salinitas dengan cara memasukkan air tambak ke dalam kantong plastik secara bertahap, hingga salinitas air dalam kantong plastik relatif sama dengan salinitas air di tambak. Pelepasan benur ke tambak dengan menenggelamkan kantong plastik ke air tambak secara perlahan. Benur keluar dengan sendirinya ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar dari kantong, dibantu pengeluarannya secara hati-hati.
Gambar proses penebaran benih yang benar menurut WWF Indonesia (2014)
  1. Kualitas pakan dan cara pemberian pakan
Pakan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pembudidaya agar udang bisa tumbuh dengan baik dan mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung nutrisi lengkap, tidak rusak dan tidak berjamur. Sebaiknya menggunakan pakan dari perusahaan yang telah memperoleh sertifikat dari Direktorat
            Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Pakan disimpan pada tempat yang terlindung, kering, dan bebas dari hewan pengganggu, seperti tikus, ayam dan serangga, karena dapat menyebabkan masuknya patogen ke pakan. Pakan diberikan pada hari pertama penebaran, menyesuaikan dengan kebiasaan udang yang telah diberi pakan secara teratur
setiap hari di hatchery. Pemberian pakan disesuaikan dengan ketersediaan pakan alami di tambak dan kondisi kesehatan udang. Menurut narasumber pakan yang diberikan pada udang miliknya bernama “flek”. Satu petak tambak dengan jumlah 100 rean udang cukup diberikan ± toples.
  1. Panen
Narasumber yang kami temui memiliki usaha budidaya vannamei dalam bentuk bibit yang sudah cukup dewasa. Narasumber memanen udang vannamei setiap 7-9 hari sekali pada tambak dan kemudian disalurkan ke pembeli untuk budidaya lebih lanjut. Pembudidaya selanjutnya dapat memanen udang setelah berumur dua setengah bulan. Cara memanen yang dilakukan narasumber yaitu menggunakan jaring dengan lubang yang sangat kecil kemudian udang dimasukkan ke dalam plastik untuk dihitung jumlahnya. Apabila ada pesanan untuk pemeliharaan air tawar, udang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolam adaptasi air tawar selama 24 jam. Pada kolam tersebut diberi aerator untuk menunjang kehidupan udang.














BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Habitat asli udang Vannamei adalah di perairan pantai dan laut  yang ada di Pantai Pasifik Barat Amerika Latin. Udang vaname yang masuk ke Indonesia sebagian berasal dari Nikaragua dan sebagian lagi berasal dari Meksiko. Pada awalnya pemerintah memberi izin bagi dua perusahaan untuk mengimpor udang vaname sebanyak 2.000 ekor induk dan 5 juta ekor benur dari Hawaii dan Taiwan, pada saat itu pemerintah juga memberikan izin untuk mengimpor lagi 300 ribu ekor benur dari daerah asalnya di Amerika Latin.
2. Dalam usaha pemeliharaan larva udang vanname, perlu adanya pengetahuan tentang sifat udang vanname, menurut Haliman, (2003), beberapa tingkah laku udang vanname yang perlu kita ketahui antara lain :
a. Aktif pada kondisi gelap (sifat noktunal)
b. Dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline)
c. Suka memangsa sesama jenis (sifat kanibal)
d. Tipe pemakan lambat, tapi terus-menerus (continuo feeder)
e. Menyukai hidup di dasar (bentik)
f. Mencari makanan lewat organ sensor (chemoreceptor)
            Makanan Crustacea berupa bangkai hewan-hewan kecil dan tumbuhan. Alat pencernaan berupa mulut terletak pada bagian anterior tubuhnya, sedangkan esophagus, lambung, usus dan anus terletak di bagian posterior. Hewan ini memiliki kelenjar pencernaan atau hati yang terletak di kepala – dada di kedua sisi abdomen. Sisa pencernaan selain dibuang melalui anus, juga dibuang melalui alat eksresi disebut kelenjar hijau yang terletak di dalam kepala.
3. Cara pemeliharaan udang vannamei lebih mudah dibanding udang windu karena udang vannamei lebih tahan terhadap penyakit. Pemeliharaan untuk budidaya dibedakan menjadi 4 tahap yaitu, persiapan kolam, pemilihan dan penebaran benih, kualitas dan pemberian pakan, dan panen.
            Penggunaan pakan yang efisien dalam usaha budidaya sangat penting kerena pakan merupakan faktor produksi yang paling mahal (Haryanti,2003). Oleh karena itu, upaya perbaikan komposisi nutrisi dan perbaikan efisiensi penggunaan pakan tambahan perlu dilakukan guna menigkatkan produksi hasil perikanan budidaya dan mengurangi biaya pengadaan pakan, serta meminimalkan produksi limbah pada media budidaya, sehingga dapat tercipta budidaya udang yang berkelanjutan (Adiwidjaya et al, 2005). Pengelolaan pakan harus dilakukan sebaik mungkin dengan memperhatikan apa, berapa banyak, kapan, berapa kali, dimana ikan/udang diberi pakan






DAFTAR PUSTAKA

Andryan R. 2007. Vitamins and Nutrition is very important for human             body. http://www.geocities.com/andryan_pwt/foodsecret.html?20097 [dia kses pada tanggal 7 Juni 2009].

Ariawan, K., dkk., 2005. Peningkatan produksi udang merguiensis melalui             optimasi           dan pengaturan oksigen. Laporan Tahunan. Balai Besar   Pengembangan. Budidaya Air Payau. Jepara.

Briggs M., Simon F.S., R. Subasinghe, and M. Phillips. 2004. Introduction and       movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and the     Pacific. FAO-UN. Bangkok.

Cherian, G. and J. S. Sim. 1994. Omega-3 Fatty Acid Enriched Eggs as a Source of           Long Chain Omega-3 Fatty Acids for the Developing infant. In: Sim, J.S. and S. Nakai (Eds.). Eggs Uses and Processing Technologies. CAB     International, Canada.

Djanarko SB. 2008. Pemanfaatan Limbah Kepala Udang Vannamei (Lithopenaeus            vannamei) Dalam Bentuk Serbuk ”Flavor”         Udang. http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/12/19/pemanfaatan-            limbah-kepala-udang-vannamei-lithopenaeus-vannamei-dalam-bentuk-        serbuk-”flavor”-udang/ [diakses pada tanggal 6 Juni 2009].

Muzaki A. 2004. Produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada saat          penebaran berbeda di tambak biocrete [skripsi]. Fakultas Perikanan dan     Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ‘’Teknik Biakan Murni’’

Laporan Praktikum Pengasapan dan Abon Ikan

GIZI IKANI MAKALAH Perbedaan Ikan Patin dan Ikan Sembilang