Laporan Praktikum Pengasapan dan Abon Ikan

Tugas Individu
TEKNIK PROSES PERIKANAN
Pembuatan Abon Ikan dan Pengasapan




Oleh :
ARMIN
Q1B115011




JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Pada tahun 2011, capaian sementara rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional adalah 31,64 kg/kapita. Rata rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2011 meningkat sebesar 3,81 persen apabila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2010, yakni sebesar 30,48 kg/kapita.
            Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, deiolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama (Warintek, 2014).
            Abon adalah salah satu produk olahan ternak yang dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu dan digoreng. Proses pembuatan abon umumnya dilakukan oleh industri skala rumah tangga dengan prosedur pengolahan yang belum dibakukan, namun  berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perebusan selama 60 menit dengan lama penggorengan selama 30 menit merupakan perlakuan yang baik untuk menghasilkan warna dan rasa abon yang paling disukai oleh konsumen.
            Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi) (Swastawati , 2011).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan ( Isamu,2012).
1.2 Tujuan.
            Tujuan percobaan pembuatan abon adalah untuk mengetahui proses  pembuatan abon ikan dan untuk diversifikasi produk olahan ikan, dan untuk mengetahui proses pengasapan ikan, untuk menambah nilai ekonomis ikan serta untuk mengawetkan ikan.






II. TINJUAN PUSTAKA
            Abon adalah makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya, kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al., 2008, penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga  abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).
            Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
            Pengasapan merupakan salah satu cara mengawetkan daging menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya berasal dari kayu keras yang dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume asap sesuai dengan yang diharapkan. Kayu keras (non resinous) pada umumnya mengandung 40-60 % selulosa, 20-30% hemiselulosa dan 20-30% lignin. Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras yang dapat menghasikan asap dalam waktu yang lama karena lambat terbakar. Pembakaran tempurung kelapa tua dengan udara terbatas akan menghasilkan arang dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi. Penggunaan tempurung kelapa sebagai sumber asap memiliki beberapa keuntungan diantaranya mudah diperoleh dan merupakan hasil sampingan buah kelapa yang dapat dioptimalkan penggunaanya (Kusmajadi , 2011).
            Pengasap ikan laut bahan-bakar tempurung kelapa, melibatkan komponenkomponen sistem : 1) Bahan-bakar tempurung kelapa, 2) Tungku pengasap ikan tipe ganda tiga dan 3) Ikan laut. Zona kecepatan aliran fluida gas asap secara horizontal maupun vertikal terjadi lapisan yang tidak sama kecepatannya, hal ini berakibat pada debit aliran pada volume atur ruangan pengasap (Komar, 2010).
            Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan panas, pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair. Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi, cukup 30ºC -60ºC. Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat dekat dengan sumber asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 100 OC dan ikan masak sebagian disebut juga dengan proses pemanggangan ikan. Pengasapan listrik yaitu pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk membantu meletakkan partikel asap ke tubuh ikan. Pengasapan liquid/cair, ikan dicelupkan ke dalam larutan asap (Yusroni, 2009).

III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu, 3-4 Juni 2017 pada pukul 01.00 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Teknologi dan Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat-alat  yang digunakan praktikum ini untuk pembuatan abon ikan dan asap ikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Alat-alat pembuatan abon ikan
No.
Alat
Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pisau
Cobetan
Kompor
Talenan
Alat Penggorengan
Sendok
Wadah
pengemasan
Saringan
Alat perebusan/pembakaran
Untuk menyiangi ikan
Untuk mengahaluskan bumbu
Untuk memanaskan wadah
Untuk tempat ikan
Untuk menggoreng bahan
Untuk mnegaduk bahan
Untuk menyimpan bahan
Untuk menyimpan atau membungkus abon
Untuk menyaring santan kelapa
Untuk merebus bahan




Tabel 2. Alat-alat pembuatan asap ikan         
No.
Alat
Fungsi
1.
2.
3.

Lemari asap (tungku, drum)
Pisau
Baskom
Sebagai tempat proses pengasapan ikan
Untuk memotong/
Sebagai wadah/tempat simpan bahan
            Bahan-bahan  yang digunakan pada pembuatan abon ikan dan asap ikan ini dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3. Bahan-bahan pembuatan abon ikan
No.
Bahan
Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.


Daging ikan 100% (5kg)
Santan pati 1 gelas
Garam 3 %
Bawang merah 5 %
Bawang putih 3%
Sereh 0,8 %
Ketumbar 2 %
Gula 20% minyak goreng 1:1

Daun salam secukupnya
Sebagai bahan pembuatan abon
Sebagai penambah gurih
Sebagai penetral
Pengyedap rasa
Sebagai penyedap rasa
Untuk menambah aroma yang khas
Untuk memberikan aroma pada makan
Untuk menambah rasa manis. Untuk mengoreng bahan
Sebagai penambah aroma khas


Tabel 4. Bahan-bahan pembuatan asap ikan
No.
Bahan
Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ikan
Garam (bagi yang dibumbu)
Kemiri
Arang
Potongan kayu
Serbuk gergaji
Sekam secukupnya

Sebagai bahan pembuatan asap ikan
Sebagai penetral
Sumber minyak
Sebagai pemanas bahan
Sebagai sumber panas
Sebagai sumber panas


3.3 Prosedur kerja
            Adapun prosedur kerja abon ikan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.        Menyiangi ikan, cuci bersih dan kemudian potong sesuai dengan alat perebus
2.        Merebus/mengkukus bakar ikan dalam larutan garam 3% dan sereh
3.        Melakukan pengepresan agar kadar air pada pada daging ikan berkurang
4.        Menghaluskan bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, ketubar) kemudian campurkan bersama hancuran daging ikan dan menambahkan salam, lengkuas, MSG, gula, santan dan mengaduk rata
5.        Memanaskan minyak goreng kemudian masukan daging ikan dan menggoeng sampai masak
6.        Melakukan pengadukan secara terus menerus sehingga abon tidak hangus
7.        Setelah penggorengan selesai dipegang terasa kemirisik stelah masak kemudian dpres kembali agar minyak yang terkandung dalam abon berkurang
8.        Mencampurkan abon dengan bawang yang tela digoreng agar terasaa harum
Adapun prosedur kerja untuk asap ikan  pada praktikumkali ini yaitu:
1.     Menyiangi ikan, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2.     Memasukkan garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
3.     Merendam ikan selama ± 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai permukaan kering;
4.     Mengikat satu persatu kemudian :
1)      Menggantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing ± 1 cm atau;
2)      Menggantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan menggunakan kaitan kawat, atau
3)   Menyusun satu persatu di atas anyaman bambu, kemudian disusun dalam lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing-masing lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang ikan. Agar pengasapan merata ikan harus dibolak-balik
5.      Menyiapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang pengasap, kemudian bakar;
6.      Membubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap :
  1. Panas diatur pada suhu ± 700 ~ 800 C. selama 2-3 jam (harus dijaga agar panas merata dan ikan tidak sampai hangus);
  2. Panas diatur pada suhu ± 300 ~ 400 C selama 4 jam terus menerus. Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap;
7.      Mengeluarkan ikan asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam kantong plastik.












IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Ø  Pengasapan ikan
Hasil dari pengasapan ikan dapat di lihat dari gambar beri
No
Gambar
Gambar di samping menunjukan bahwa persiapan lemari pengasapan ikan


1


2
IMG20170603140457.jpg
Proses menunggu pematangan pengasapan ikan


3
Gambar di samping menunjukan bahwa selama proses pengasapan di mana rekan rekan menjaga kestabilan  asap agar proses pengasapan efektif dan efisien


4
Nampak hasil dari proses pengasapan ikan selama kurang lebih 3 jam

5
Pada gambar di samping terlihat bahwa kesalahan dalam proses pengasapan di mana abu atau kotoran ampas dari pembakaran naik ke atas akibat proses pengipasan yang terlalu berlebihan

Gambar hasil pproses pembuatan abon


1
Gambar di samping menunjukan bahwa proses awal dalam pembuatan abon ikan, di mana tahap pertama menyiapkan rempah-rempah  atau bumbu sebagai bahan tambahan


2
Nampak pada gambar di samping di mana adanya proses pengadukan yang di lakukan. Dalam proses pengadukan di harapkan agar kesemua bahan tercampur.


3
Proses pembuatan bumbu tambahan


4
Proses pembuatan abon



5
Nampak pada gambar di samping menunjukan hasil dari pembuatan abon dengan mengikuti proser prosedur yang telah di tetapkan.


4.2 Pembahasan
            ABON IKAN
            Abon ikan adalah produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi proses pengolahan yaitu proses pengukusan, penggilingan (cincang) dan penggorengan dengan penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap (Karyono dan Wachid 1982). Penambahan bumbu-bumbu pada pengolahan abon ikan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan. Pembuatan abon merupakan salah satu alternatif pengolahan ikan untuk mengantisipasi kelimpahan bahan baku ataupun untuk penganekaragaman produk perikanan.
            Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku abon pada industri kecil belum selektif, bahkan hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Bahan baku yang cocok digunakan dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal dan tidak mengandung banyak duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah Marlin/Jangilus (Istiophorus sp.), Tuna, Cakalang, Ekor Kuning, Tongkol, Tengiri dan Cucut. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan, misalnya: Nila dan Gabus. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal dan tidak berbau busuk.
            Proses pengolahan abon ikan cukup sederhana. Bahan yang diperlukan adalah ikan dan bumbu-bumbu. Ikan yang digunakan hendaknya masih dalam keadaan segar bermutu baik serta ditangani dengan baik dan benar. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah ikan pelagis yaitu ikan cakalang, tenggiri, tongkol dan lain-lain (Afrianto dan Liviawaty 2005). Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon ikan terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, garam, gula pasir, santan kelapa, daun salam dan daun sereh. Rasa abon ikan pada dasarnya dapat diubah-ubah sesuai selera dengan mengubah komposisi bumbu yang digunakan (Wibowo 2002).
            Abon ikan yang bermutu baik adalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang baik. Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih sama dengan ikan yang masih hidup baik aroma, rupa, bau, dan tekstur. Jenis ikan yang dijadikan bahan dasar dalam pembuatan abon belum selektif bahkan dari semua jenis ikan air tawar dan ikan air laut. Akan lebih baik jika dipilih ikan yang memiliki serat kasar dan tidak memiliki banyak duri. Kadar protein ikan abon dapat digunakan sebagai petunjuk berapa jumlah daging yang digunakan kadar protein abon dibawah 15% menunjukan kemungkinan penggunaan daging yang sedikit atau kurang dari semestinya atau mengganti bahan lain (departemen Perindustrian, 1995)
            Selama proses penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan
Penyerapan minyak pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan warna, aroma dan rasa kemudian diikuti pengerasan permukaan (crusing). Disamping ini terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna minyak dan penyerapan minyak (budi, dkk, 2009).
            Proses perubahan abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi proses perubahan-perubahan fisikokimiawi baik itu pada bahan panagn ikan yang digoreng maupun minya gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu normal (168-16 0C) maka akan membuat degradasi goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan dengan suhu tinggi dapat memercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari hasil lemak pada daging ikan dapat menyebabkan proses oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik.  Adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (toko ferol) dapat mengurangi kecepatan oksidasi lemak, tetapi denagan adanya proksidan seperti logam logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat.



PENGASAPAN
            Pengasapan adalah suatu teknik pengawetan dengan menggunakan asap dari hasil pembakaran kayu atau bahan bakar lainnya. Selain untuk mengawetkan, pengasapan berfungsi memberi aroma serta rasa yang khas pada daging ikan. Pengasapan  juga  dapat membunuh bakteri dan daya bunuh dari asap tersebut tergantung pada suhu pengasapan dan lama pengasapan. Makin lama ikan diasapi maka makin banyak senyawa kimia yang terbentuk selama pembakaran, demikian pula makin banyak zal-zal pengawet  yang mengendap pada ikan asap, dengan demikian akan lebih lama daya awet ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan daya awet selama pengasapan bukan asap melainkan unsur- unsur kimia yang ada di dalam asap yang dapat berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi citarasa, dan aroma ikan. Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada konsentrasi rendah, sementara pengaruh utama dari degradasi lipida adalah meningkatnya secara estetik rasa dan bau yang tidak disenangi.
            Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996).   
Menurut Afrianto, dan Liviawati (1991) dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan penelitian laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut air, asam asetat, alkohol, aldehid, keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.
            Warna kuning emas pada ikan asap disebabkan oleh reaksi antara fenol dan oksigen dari udara, yang kemungkinan terjadi setelah unsur asap tersebut mengalami pengendapan saat pengasapan. sedangkan warna mengkilat pada ikan asap disebabkan lapisan damar tiruan yang dihasilkan oleh reaksi fenol dari golongan pirigalol dengan oksigen dari udara. Proses oksidasi ini akan lebih cepat terjadi apabila keadaan sekeliling bersifat alkalis. Senyawa fenolik yang terkandung
dalam daun sirih. dapat menghambat oksidasi lemak sehingga mencegah kerusakan lemak. Kandungan senyawa fenolik pada ekstrak daun sirih seperti eugenol, kavikol dan hidrokavikol dapat menghambat oksidasi lemak.
            Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap, melainkan unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat berperan sebagai :
a)  Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan.
b)  Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen. Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
c)  Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab ketengikan.
            Menurut Wibowo (1996) pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam pengasapan ikan. Tujuan pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap. Tujuan kedua yaitu untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli daya awetnya. Ketelitian pekerjaan dari setiap tahap serta jenis dan kesegaran ikan akan menentukan mutu hasil asapan. Kesegaran atau mutu bahan mentah perlu diperhatikan sebab akan menentukan mutu produk ikan asap yang dihasilkan.
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1996), antara lain :
a.    Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
b.    Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang lebih tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
c.    Jenis Kayu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      
Jenis kayu menentukan mutu asap yang dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis separo kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan, sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
d.    Perlakuan sebelum pengasapan
            Biasanya dengan penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang berpengaruh adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu ikan akan berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan jumlah asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna. Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.                                
            Tahapan yang penting dalam proses pengasapan adalah memilih bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan di unit pengasapan milik Bapak Matsalim adalah jenis batok kelapa dan janggel jagung karena batok kelapa dan janggel jagung itu teksturnya keras dan jika dibakar akan menghasilkan asap baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wibowo (1996) tahap penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis bahan bakar biasanya kayu yang akan digunakan. Bahan bakar lain sebagai alternatif berupa serbuk gergaji, serutan kayu, tempurung, sabut kelapa, dan sebagainya. Sebelum di gunakan, bahan bakar di jemur terlebih dahulu agar pembakaran yang dihasilkan dapat sempurna. Kelebihan dari bahan bakar ini adalah ikan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat keemasan, bau harum khas asap, dan rasa yang lezat.
            Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.Suhu sekitar 70–100 oC, lamanya pengasapan 2 – 4 jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC, maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).


V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Abon ikan yang bermutu baik adalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang baik. Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih sama dengan ikan yang masih hidup baik aroma, rupa, bau, dan tekstur. Selama proses penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan penyerapan minyak pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan warna, aroma dan rasa kemudian diikuti pengerasan permukaan (crusing). Disamping ini terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna minyak dan penyerapan minyak.
            Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap, melainkan unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap seperti suhu pengasapan, kelembapan udara, jenis kayu dan perlakuan sebelum pengasapan




DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi           Aksara.  Jakarta.

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Budijanto, Slamet., Rokhani Hasbullah., Sulusi Prabawati., Setyadjit., Sukarno., Ita           Zuraida. 2008. Identifikasi  Uji Keamanan    Asap Cair Tempurung       Kelapa Untuk Produk Pangan. Ipb. Bogor..

Komar, Nur. 2001. Penerapan Pengasap Ikan Laut Bahan-   Bakar Tempurung     Kelapa (Applied Of Sea Fish Curing In Sawdust Fuel) . Jurnal Teknologi   Pertanian, Vol.    2, No. 1, April 2001 : 58-67.

Kusmajadi, S., Lilis S., Dan Balqis B. 2011. Keempukan Dan Akseptabilitas           Daging Ayam Pada Berbagai Temperatur Dan Lama Pengasapan. Jurnal           Ilmu Ternak. Volume 11 Nomor 1.

Isamu Kobajashi T., Hari Purnomo Dan Sudarminto S. Yuwono. 2012.       Karakteristik Fisik, Kimia, Dan Organoleptik  Ikan Cakalang (Katsuwonus    Pelamis) Asap Di Kendari. Jurnal     Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2   [Agustus 2012] 105-110

Perdana,A.2009.ProsesPembuatanAbonSapi.http://perdanaangga.wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget/ [10 November 2010].

Purnomo. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging kering dan dendeng selam   penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR ‘’Teknik Biakan Murni’’

GIZI IKANI MAKALAH Perbedaan Ikan Patin dan Ikan Sembilang