Laporan Praktikum Pengasapan dan Abon Ikan
Tugas
Individu
TEKNIK PROSES PERIKANAN
“Pembuatan Abon Ikan dan Pengasapan”
Oleh
:
ARMIN
Q1B115011
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI
PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDAR
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan
salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah
didapat, dan harganya murah. Pada tahun 2011, capaian sementara rata-rata
konsumsi ikan per kapita nasional adalah 31,64 kg/kapita. Rata rata konsumsi
ikan per kapita nasional pada tahun 2011 meningkat sebesar 3,81 persen apabila
dibandingkan dengan rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun
2010, yakni sebesar 30,48 kg/kapita.
Abon ikan adalah
jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, deiolah
dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk
lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya awet yang relatif lama
(Warintek, 2014).
Abon adalah salah
satu produk olahan ternak yang dibuat dari daging yang disuwir-suwir atau
dipisahkan seratnya, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu dan digoreng. Proses
pembuatan abon umumnya dilakukan oleh industri skala rumah tangga dengan
prosedur pengolahan yang belum dibakukan, namun
berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perebusan selama 60
menit dengan lama penggorengan selama 30 menit merupakan perlakuan yang baik
untuk menghasilkan warna dan rasa abon yang paling disukai oleh konsumen.
Ikan asap merupakan salah satu produk
olahan yang digemari konsumen baik di Indonesia maupun di mancanegara karena
rasanya yang khas dan aroma yang sedap spesifik. Proses pengasapan ikan di
Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara tradisional menggunakan peralatan
yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek sanitasi dan hygienis sehingga
dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang
ditimbulkan oleh pengasapan tradisional antara lain kenampakan kurang menarik
(hangus sebagian), kontrol suhu sulit dilakukan dan mencemari udara (polusi)
(Swastawati , 2011).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai
proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan dari pembakaran kayu
yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik umur simpan yang
lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu
umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik,
alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida,
aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan dan selanjutnya
menembus ke dalam daging ikan ( Isamu,2012).
1.2 Tujuan.
Tujuan percobaan
pembuatan abon adalah untuk mengetahui proses
pembuatan abon ikan dan untuk diversifikasi produk olahan ikan, dan
untuk mengetahui proses pengasapan ikan, untuk
menambah nilai ekonomis ikan serta untuk mengawetkan ikan.
II. TINJUAN
PUSTAKA
Abon adalah
makanan yang terbuat dari daging yang disuwir atau telah dipisahkan seratnya,
kemudian ditambah bumbu dan digoreng. Daging sapi dan daging kerbau adalah
daging yang umum digunakan dalam pembuatan abon. Menurut Sumarsono et al.,
2008, penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mengemas abon dapat
mempertahankan kualitas selama penyimpanan sehingga abon dapat disimpan beberapa bulan dalam suhu
kamar. Umur simpan abon sapi dapat mencapai lebih dari 60 hari dan memiliki
rasa yang khas sehingga disukai konsumen (Perdana, 2009).
Proses
penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada
daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil
pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas
yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti
vitamin E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi
dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan
mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim
lipoksidasi lemak akan dipercepat (Nazieb, 2009).
Pengasapan merupakan salah satu cara
mengawetkan daging menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia
yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya
berasal dari kayu keras yang dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume
asap sesuai dengan yang diharapkan. Kayu keras (non resinous) pada umumnya
mengandung 40-60 % selulosa, 20-30% hemiselulosa dan 20-30% lignin. Tempurung
kelapa termasuk golongan kayu keras yang dapat menghasikan asap dalam waktu yang
lama karena lambat terbakar. Pembakaran tempurung kelapa tua dengan udara
terbatas akan menghasilkan arang dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi.
Penggunaan tempurung kelapa sebagai sumber asap memiliki beberapa keuntungan
diantaranya mudah diperoleh dan merupakan hasil sampingan buah kelapa yang
dapat dioptimalkan penggunaanya (Kusmajadi , 2011).
Pengasap
ikan laut bahan-bakar tempurung kelapa, melibatkan komponenkomponen sistem : 1)
Bahan-bakar tempurung kelapa, 2) Tungku pengasap ikan tipe ganda tiga dan 3)
Ikan laut. Zona kecepatan aliran fluida gas asap secara horizontal maupun
vertikal terjadi lapisan yang tidak sama kecepatannya, hal ini berakibat pada
debit aliran pada volume atur ruangan pengasap (Komar, 2010).
Metode
pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan panas,
pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair. Pengasapan
dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang diasap agak
jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi, cukup 30ºC
-60ºC. Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat dekat dengan
sumber asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 100 OC dan ikan masak sebagian
disebut juga dengan proses pemanggangan ikan. Pengasapan listrik yaitu
pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk membantu meletakkan partikel
asap ke tubuh ikan. Pengasapan liquid/cair, ikan dicelupkan ke dalam larutan
asap (Yusroni, 2009).
III. METODE
PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu, 3-4 Juni 2017 pada pukul 01.00 WITA
sampai selesai, bertempat di Laboratorium Teknologi dan Industri Pertanian,
Universitas Halu Oleo.
3.2
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan praktikum ini untuk pembuatan
abon ikan dan asap ikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Alat-alat pembuatan abon ikan
No.
|
Alat
|
Fungsi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Pisau
Cobetan
Kompor
Talenan
Alat Penggorengan
Sendok
Wadah
pengemasan
Saringan
Alat perebusan/pembakaran
|
Untuk menyiangi ikan
Untuk mengahaluskan bumbu
Untuk memanaskan wadah
Untuk tempat ikan
Untuk menggoreng bahan
Untuk mnegaduk bahan
Untuk menyimpan bahan
Untuk menyimpan atau membungkus abon
Untuk menyaring santan kelapa
Untuk merebus bahan
|
Tabel 2. Alat-alat pembuatan asap ikan
No.
|
Alat
|
Fungsi
|
1.
2.
3.
|
Lemari asap (tungku, drum)
Pisau
Baskom
|
Sebagai tempat proses pengasapan ikan
Untuk memotong/
Sebagai wadah/tempat simpan bahan
|
Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan abon ikan dan
asap ikan ini dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3. Bahan-bahan pembuatan abon ikan
No.
|
Bahan
|
Fungsi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Daging ikan 100% (5kg)
Santan pati 1 gelas
Garam 3 %
Bawang merah 5 %
Bawang putih 3%
Sereh 0,8 %
Ketumbar 2 %
Gula 20% minyak goreng 1:1
Daun salam secukupnya
|
Sebagai bahan pembuatan abon
Sebagai penambah gurih
Sebagai penetral
Pengyedap rasa
Sebagai penyedap rasa
Untuk menambah aroma yang khas
Untuk memberikan aroma pada makan
Untuk menambah rasa manis. Untuk
mengoreng bahan
Sebagai penambah aroma khas
|
Tabel 4. Bahan-bahan pembuatan asap ikan
No.
|
Bahan
|
Fungsi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Ikan
Garam (bagi yang dibumbu)
Kemiri
Arang
Potongan kayu
Serbuk gergaji
Sekam secukupnya
|
Sebagai bahan pembuatan asap ikan
Sebagai penetral
Sumber minyak
Sebagai pemanas bahan
Sebagai sumber panas
Sebagai sumber panas
|
3.3
Prosedur kerja
Adapun prosedur
kerja abon ikan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.
Menyiangi
ikan, cuci bersih dan kemudian potong sesuai dengan alat perebus
2.
Merebus/mengkukus
bakar ikan dalam larutan garam 3% dan sereh
3.
Melakukan
pengepresan agar kadar air pada pada daging ikan berkurang
4.
Menghaluskan
bumbu-bumbu (bawang merah, bawang putih, ketubar) kemudian campurkan bersama
hancuran daging ikan dan menambahkan salam, lengkuas, MSG, gula, santan dan
mengaduk rata
5.
Memanaskan
minyak goreng kemudian masukan daging ikan dan menggoeng sampai masak
6.
Melakukan
pengadukan secara terus menerus sehingga abon tidak hangus
7.
Setelah
penggorengan selesai dipegang terasa kemirisik stelah masak kemudian dpres
kembali agar minyak yang terkandung dalam abon berkurang
8.
Mencampurkan
abon dengan bawang yang tela digoreng agar terasaa harum
Adapun
prosedur kerja untuk asap ikan pada
praktikumkali ini yaitu:
1. Menyiangi
ikan, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2. Memasukkan
garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
3. Merendam
ikan selama ± 15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai permukaan kering;
4. Mengikat
satu persatu kemudian :
1) Menggantungkan
dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing ± 1 cm atau;
2) Menggantung
dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan menggunakan kaitan
kawat, atau
3) Menyusun satu persatu di atas anyaman bambu,
kemudian disusun dalam lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara
masing-masing lapisan diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang
ikan. Agar pengasapan merata ikan harus dibolak-balik
5. Menyiapkan
bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah ruang pengasap,
kemudian bakar;
6. Membubuhkan
ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap :
- Panas
diatur pada suhu ± 700 ~ 800 C. selama 2-3 jam
(harus dijaga agar panas merata dan ikan tidak sampai hangus);
- Panas
diatur pada suhu ± 300 ~ 400 C selama 4 jam terus
menerus. Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan
asap;
7. Mengeluarkan
ikan asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam kantong plastik.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Ø Pengasapan ikan
Hasil dari pengasapan
ikan dapat di lihat dari gambar beri
No
|
Gambar
|
Gambar di samping menunjukan bahwa persiapan lemari
pengasapan ikan
|
1
|
![]() |
|
2
|
![]() |
Proses menunggu pematangan pengasapan ikan
|
3
|
![]() |
Gambar di samping menunjukan bahwa selama proses
pengasapan di mana rekan rekan menjaga kestabilan asap agar proses pengasapan efektif dan
efisien
|
4
|
![]() |
Nampak hasil dari proses pengasapan ikan selama
kurang lebih 3 jam
|
5
|
![]() |
Pada gambar di samping terlihat bahwa kesalahan
dalam proses pengasapan di mana abu atau kotoran ampas dari pembakaran naik
ke atas akibat proses pengipasan yang terlalu berlebihan
|
Gambar
hasil pproses pembuatan abon
1
|
![]() |
Gambar di samping menunjukan bahwa proses awal dalam
pembuatan abon ikan, di mana tahap pertama menyiapkan rempah-rempah atau bumbu sebagai bahan tambahan
|
|
2
|
![]() |
Nampak pada gambar di samping di mana adanya proses
pengadukan yang di lakukan. Dalam proses pengadukan di harapkan agar kesemua
bahan tercampur.
|
|
3
|
![]() |
Proses pembuatan bumbu tambahan
|
|
4
|
![]() |
Proses pembuatan abon
|
|
5
|
![]() |
Nampak pada gambar di samping menunjukan hasil dari
pembuatan abon dengan mengikuti proser prosedur yang telah di tetapkan.
|
4.2 Pembahasan
ABON IKAN
Abon ikan adalah
produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi
proses pengolahan yaitu proses pengukusan, penggilingan (cincang) dan
penggorengan dengan penambahan bahan pembantu dan bahan penyedap (Karyono dan
Wachid 1982). Penambahan bumbu-bumbu pada pengolahan abon ikan bertujuan untuk
meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan. Pembuatan abon merupakan
salah satu alternatif pengolahan ikan untuk mengantisipasi kelimpahan bahan
baku ataupun untuk penganekaragaman produk perikanan.
Jenis ikan yang
digunakan sebagai bahan baku abon pada industri kecil belum selektif, bahkan
hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Bahan baku yang cocok digunakan
dalam pembuatan abon ikan adalah ikan berdaging tebal dan tidak mengandung
banyak duri. Sejumlah spesies ikan yang memenuhi kriteria tersebut adalah
Marlin/Jangilus (Istiophorus sp.), Tuna, Cakalang, Ekor Kuning, Tongkol,
Tengiri dan Cucut. Beberapa spesies ikan air tawar pun bisa digunakan,
misalnya: Nila dan Gabus. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan yang
bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam kondisi segar, warna
dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal dan tidak berbau busuk.
Proses pengolahan
abon ikan cukup sederhana. Bahan yang diperlukan adalah ikan dan bumbu-bumbu.
Ikan yang digunakan hendaknya masih dalam keadaan segar bermutu baik serta
ditangani dengan baik dan benar. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon
umumnya adalah ikan pelagis yaitu ikan cakalang, tenggiri, tongkol dan
lain-lain (Afrianto dan Liviawaty 2005). Bumbu-bumbu yang biasa digunakan dalam
pembuatan abon ikan terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar,
lengkuas, garam, gula pasir, santan kelapa, daun salam dan daun sereh. Rasa
abon ikan pada dasarnya dapat diubah-ubah sesuai selera dengan mengubah
komposisi bumbu yang digunakan (Wibowo 2002).
Abon ikan yang
bermutu baik adalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang baik. Ikan yang baik
adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih sama dengan
ikan yang masih hidup baik aroma, rupa, bau, dan tekstur. Jenis ikan yang
dijadikan bahan dasar dalam pembuatan abon belum selektif bahkan dari semua
jenis ikan air tawar dan ikan air laut. Akan lebih baik jika dipilih ikan yang
memiliki serat kasar dan tidak memiliki banyak duri. Kadar protein ikan abon
dapat digunakan sebagai petunjuk berapa jumlah daging yang digunakan kadar
protein abon dibawah 15% menunjukan kemungkinan penggunaan daging yang sedikit
atau kurang dari semestinya atau mengganti bahan lain (departemen
Perindustrian, 1995)
Selama proses
penggorengan terjadi proses pemanasan, pengeringan dan
Penyerapan minyak pemekaran, teksturisasi (pelunakan), perubahan
warna, aroma dan rasa kemudian diikuti pengerasan permukaan (crusing). Disamping
ini terjadi juga proses oksidasi, perubahan warna minyak dan penyerapan minyak
(budi, dkk, 2009).
Proses perubahan
abon melalui proses penggorengan. Selama proses penggorengan terjadi proses
perubahan-perubahan fisikokimiawi baik itu pada bahan panagn ikan yang digoreng
maupun minya gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari pada suhu
normal (168-16 0C) maka akan membuat degradasi goreng yang berlangsung dengan
cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses penggorengan dengan suhu
tinggi dapat memercepat proses oksidasi. Hasil pemecahan ikatan rangkap dari
hasil lemak pada daging ikan dapat menyebabkan proses oksidasi. Hasil pemecahan
ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang
merupakan sumber bau tengik. Adanya anti
oksidan dalam lemak seperti vitamin E (toko ferol) dapat mengurangi kecepatan
oksidasi lemak, tetapi denagan adanya proksidan seperti logam logam berat
(tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta logam porfirin seperti pada mioglobin,
klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan dipercepat.
PENGASAPAN
Pengasapan adalah suatu teknik
pengawetan dengan menggunakan asap dari hasil pembakaran kayu atau bahan bakar
lainnya. Selain untuk mengawetkan, pengasapan berfungsi memberi aroma serta rasa
yang khas pada daging ikan. Pengasapan
juga dapat membunuh bakteri dan daya
bunuh dari asap tersebut tergantung pada suhu pengasapan dan lama pengasapan.
Makin lama ikan diasapi maka makin banyak senyawa kimia yang terbentuk selama
pembakaran, demikian pula makin banyak zal-zal pengawet yang mengendap pada ikan asap, dengan demikian
akan lebih lama daya awet ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan daya awet
selama pengasapan bukan asap melainkan unsur- unsur kimia yang ada di dalam
asap yang dapat berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi citarasa,
dan aroma ikan. Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada konsentrasi
rendah, sementara pengaruh utama dari degradasi lipida adalah meningkatnya
secara estetik rasa dan bau yang tidak disenangi.
Pengasapan
merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi
perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk
uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut
menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh
ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya
menjadi keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996).
Menurut Afrianto, dan Liviawati (1991)
dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan penelitian laboratorium, asap
mempunyai kandungan kimia sebagai berikut air, asam asetat, alkohol, aldehid,
keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.
Warna
kuning emas pada ikan asap disebabkan oleh reaksi antara fenol dan oksigen dari
udara, yang kemungkinan terjadi setelah unsur asap tersebut mengalami
pengendapan saat pengasapan. sedangkan warna mengkilat pada ikan asap disebabkan
lapisan damar tiruan yang dihasilkan oleh reaksi fenol dari golongan pirigalol dengan
oksigen dari udara. Proses oksidasi ini akan lebih cepat terjadi apabila
keadaan sekeliling bersifat alkalis. Senyawa fenolik yang terkandung
dalam daun sirih. dapat menghambat
oksidasi lemak sehingga mencegah kerusakan lemak. Kandungan senyawa fenolik
pada ekstrak daun sirih seperti eugenol, kavikol dan hidrokavikol dapat
menghambat oksidasi lemak.
Ternyata
yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap,
melainkan unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia itu dapat
berperan sebagai :
a)
Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme penyebab
pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan.
b)
Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan
proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera
konsumen. Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya
akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi
kimia di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid
dengan phenol yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga
menjadi mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan
asam ini telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
c)
Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu
memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab
ketengikan.
Menurut
Wibowo (1996) pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam pengasapan ikan. Tujuan
pertama untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap. Tujuan kedua yaitu
untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli daya awetnya. Ketelitian
pekerjaan dari setiap tahap serta jenis dan kesegaran ikan akan menentukan mutu
hasil asapan. Kesegaran atau mutu bahan mentah perlu diperhatikan sebab akan
menentukan mutu produk ikan asap yang dihasilkan.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1996), antara lain :
a.
Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah
dan permukaan kulitnya diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan
mudah menempel pada lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan
asap dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika
dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan cepat
menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan menghambat proses
penempelan asap sehingga pembentukan warna dan aroma asap kurang baik. Setelah
warna dan aroma terbentuk dengan baik, suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk
membantu proses pengeringan dan pematangan ikan.
b.
Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal
untuk pengasapan adalah 60% - 70% dan suhunya sekitar 29°C. Jika Rh yang lebih
tinggi dan 79% proses pengeringan selama pengasapan berjalan lambat karena
panas dari hasil pembakaran masih belum mampu mengurangi kelembaban. Sebaliknya
jika Rh kurang dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
c.
Jenis Kayu
Jenis kayu menentukan mutu asap yang
dihasilkan dan pada akhirnya menentukan mutu ikan asap. Untuk pengasapan dingin
sebaiknya menggunakan serbuk gergaji dari jenis kayu keras sedangkan untuk
pengasapan panas menggunakan batang atau potongan kayu keras dari jenis separo
kayu jati. Jenis- jenis kayu yang mengandung resin atau damar seperti kayu
pinus kurang baik untuk pengasapan karena menghasilkan rasa pahit pada ikan,
sehingga tidak enak untuk dikonsumsi.
d.
Perlakuan sebelum pengasapan
Biasanya dengan
penggaraman ikut menentukan mutu pengasapan. Faktor lain yang berpengaruh
adalah mutu ikan yang akan diasap, jumlah asap dan ketebalan asap. Mutu ikan
akan berpengaruh karena bila ikan yang diasap sudah mengalami kemunduran mutu
maka produk yang dihasilkan juga akan tidak sesuai dengan harapan. Sedangkan
jumlah asap dan ketebalan asap akan berpengaruh pada cita rasa, bau dan warna.
Semakin tebal asap semakin baik pula produk yang akan dihasilkan.
Tahapan
yang penting dalam proses pengasapan adalah memilih bahan bakar. Bahan bakar
yang digunakan di unit pengasapan milik Bapak Matsalim adalah jenis batok
kelapa dan janggel jagung karena batok kelapa dan janggel jagung itu teksturnya
keras dan jika dibakar akan menghasilkan asap baik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wibowo (1996) tahap penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis
bahan bakar biasanya kayu yang akan digunakan. Bahan bakar lain sebagai
alternatif berupa serbuk gergaji, serutan kayu, tempurung, sabut kelapa, dan
sebagainya. Sebelum di gunakan, bahan bakar di jemur terlebih dahulu agar
pembakaran yang dihasilkan dapat sempurna. Kelebihan dari bahan bakar ini
adalah ikan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat keemasan, bau harum khas
asap, dan rasa yang lezat.
Menurut Abu Faiz (2008) Pengasapan panas (hot smoking)
adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan
sumber asap.Suhu sekitar 70–100 oC, lamanya pengasapan 2 – 4
jam
Pengasapan panas dengan mengunakan suhu pengasapan
yang cukup tinggi, yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu
pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam.
Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan perlu diolah
terlebih dahulu sebelum disantap.
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif
sehingga dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan
tersebut juga dikarenakan karena asap. Jika suhu yang digunakan 30-50oC
maka disebut pangasapan panas dengan suhu rendah dan jika suhu 50-90oC,
maka disebut pangasapan panas pada suhu tinggi (Adawyah, 2007).
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Abon ikan yang bermutu
baik adalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang baik. Ikan yang baik adalah
ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih sama dengan ikan yang
masih hidup baik aroma, rupa, bau, dan tekstur. Selama proses penggorengan
terjadi proses pemanasan, pengeringan dan penyerapan minyak pemekaran,
teksturisasi (pelunakan), perubahan warna, aroma dan rasa kemudian diikuti
pengerasan permukaan (crusing). Disamping ini terjadi juga proses oksidasi,
perubahan warna minyak dan penyerapan minyak.
Pengasapan
merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi
perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran
bahan bakar alami meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan
asap, melainkan unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap seperti suhu pengasapan, kelembapan udara, jenis kayu dan
perlakuan sebelum pengasapan
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Afrianto, E dan
Liviawaty, E. 1991. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta.
Budijanto, Slamet., Rokhani Hasbullah.,
Sulusi Prabawati., Setyadjit., Sukarno., Ita Zuraida.
2008. Identifikasi Uji Keamanan
Asap Cair Tempurung Kelapa
Untuk Produk Pangan. Ipb. Bogor..
Komar, Nur. 2001. Penerapan Pengasap Ikan Laut Bahan- Bakar
Tempurung Kelapa (Applied Of Sea Fish
Curing In Sawdust Fuel) . Jurnal Teknologi Pertanian,
Vol. 2, No. 1, April 2001 : 58-67.
Kusmajadi, S., Lilis S., Dan Balqis B.
2011. Keempukan Dan Akseptabilitas Daging Ayam Pada Berbagai Temperatur
Dan Lama Pengasapan. Jurnal Ilmu
Ternak. Volume 11 Nomor 1.
Isamu Kobajashi T., Hari Purnomo Dan Sudarminto S. Yuwono. 2012. Karakteristik
Fisik, Kimia, Dan Organoleptik Ikan
Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Asap Di
Kendari. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 13 No. 2 [Agustus 2012]
105-110
Perdana,A.2009.ProsesPembuatanAbonSapi.http://perdanaangga.wordpress.com/2009/06/04proses-pembutan-abon-dan-nugget/
[10 November 2010].
Purnomo. 1997. Studi tentang
stabilitas protein daging kering dan dendeng selam penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas peternakan.
Universitas Brawijaya, Malang.
Komentar
Posting Komentar