Gizi Ikani Komposisi Pakan Buatan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kandungan Protein Ikan Tawes (Puntius javanicus Blkr
MAKALAH
GIZI IKANI
“Komposisi
Pakan Buatan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kandungan Protein Ikan Tawes
(Puntius javanicus Blkr.) “
OLEH :
KELOMPOK 1 :
1. NURNI ( Q1B115040 )
2. ARMIN ( Q1B115 011)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI
PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia terdapat lebih dari
4.000 jenis ikan yang meliputi ikan laut, ikan payau, dan ikan tawar. Sebagian
besar di antaranya dapat dikonsumsi secara aman (Suseno, 2000). Kebutuhan
manusia akan ikan, selain diperoleh dari tangkapan alami, juga diperoleh dari
hasil budidaya. Dalam usaha untuk mencukupi kebutuhan konsumsi ikan yang
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perlu usaha peningkatan
produksi ikan. Dalam usaha budidaya ikan, perlu diperhatikan tentang penyediaan
benih dan pakan yang cukup memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, antara lain dicapai melalui sistem intensif.
Menurut Djajasewaka (1985), budidaya ikan yang intensif merupakan suatu usaha
pemeliharaan ikan dengan padat penebaran tinggi dan keharusan memberi pakan
buatan. Salah satu jenis ikan yang dapat dibudidayakan secara intensif adalah
ikan tawes. Budidaya tawes tidak memerlukan modal yang besar. Ikan ini banyak
digemari masyarakat karena memiliki daging cukup tebal, rasa daging yang enak,
dan termasuk ikan prolifik.
Menurut Ardiwinata (1981) ikan tawes (Puntius javanicus Blkr.) merupakan
ikan herbivor, daun-daunan merupakan pakan yang penting bagi tawes. Menurut
Mudjiman (2000), ikan tawes pada waktu masih benih suka makan plankton. Setelah
dewasa ikan tawes suka makan lumut dan pucuk-pucuk ganggang muda. Selain itu,
ikan tawes juga makan daun-daun tanaman lain, misalnya daun keladi, daun
singkong, dan daun pepaya. Pertumbuhan pakan alami dalam usaha budidaya ikan yang
intensif, akan mengalami kesulitan. Untuk mencapai laju pertumbuhan ikan yang
baik, selain diberi pakan alami perlu diberikan pakan buatan sesuai kebutuhan
ikan. Menurut Britner et al. (1989), banyak bahan yang dapat digunakan untuk
pakan buatan. Tipe bahan yang digunakan tergantung dua faktor, yaitu jenis ikan
dan ketersediaan bahan.
Permasalahan yang sering dihadapi dalam penyediaan pakan buatan ini
adalah biaya yang cukup tinggi untuk pembelian pakan. Menurut Rasidi (1998),
biaya pakan ini dapat mencapai 60-70% dari komponen biaya produksi. Salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan biaya produksi tersebut adalah
dengan membuat pakan buatan sendiri. Pembuatan pakan buatan ini menggunakan
teknik yang sederhana dengan memanfatkan sumbersumber bahan baku lokal,
termasuk pemanfaatan limbah hasil industri pertanian yang relatif murah.
Untuk mendapatkan pertumbuhan ikan yang optimum, perlu ditambahkan pakan
tambahan yang berkualitas tinggi, yaitu pakan yang memenuhi kebutuhan nutrisi
ikan. Nilai gizi pakan ikan pada umumnya dilihat dari komposisi zat gizinya,
seperti kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Selain
nilai gizi makanan, perlu diperhatikan pula bentuk dan ukuran yang tepat untuk
ikan yang dipelihara. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1991;
Sumantadinnata, 1983).
1.2 Tujun Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kombinasi pakan
meliputi kadar protein, lemak, abu, air dan karbohidrat dari pakan buatan yang
terdiri atas tepung ikan,tepung jagung, dedak, daun turi, kanji, dan premix
vitamin serta mengetahui kombinasi pakan yang paling efektif untuk memacu
pertumbuhan ikan tawes dan kadar protein dagingnya.
BAB
II
METODE
PENELITIAN
2.1
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan bulan
Oktober 2003 -Januari 2004, dilakukan di Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Analisis kadar protein, lemak, karbohidrat, abu, dan air dilakukan di
Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta.
2.2
Bahan
Adapun bahan yang digunakan
pada penelitian ini adalah :
Ikan tawes (Puntius javanicus Blkr.) dengan panjang 3- 5 cm atau yang
berumur ± 2 bulan. Bahan pakan berupa tepung ikan, dedak, tepung daun turi,
tepung jagung, tepung kanji, dan premix vitamin. Pellet komersil, larutan Lowry
A, Lowry B, Lowry C, Lowry D, Lowry E, akuades, kapas, air, kertas saring, dan
petroleum eter.
2.3 Prosedure Kerja
v Pembuatan
tepung ikan Afkir ikan direbus selama ± 30 menit, air rebusannya dibuang
kemudian ikan dikeringkan dengan dijemur. Selanjutnya, ikan digiling menjadi
tepung.
v Pembuatan
pakan Semua bahan yang terdiri atas tepung ikan, tepung jagung, dedak, tepung
daun turi, kanji, dan premix vitamin dicampur dengan komposisi sesuai pada
macam perlakuan yang diberikan. Campuran diseduh dengan air panas dan diaduk
hingga menjadi pasta. Selanjutnya, dicetak menggunakan penggiling daging atau
pencetak pellet dan hasilnya dikeringkan di bawah sinar matahari.
v Uji
protein Uji protein dilakukan dengan metode Lowry (Sudarmadji dkk, 1997). Pakan
sebanyak 3 g ditumbuk halus kemudian ditambah aquadest sampai volumenya 100 ml.
Larutan disaring menggunakan kertas saring, ditambah aquadest sampai volume
kembali 100 ml. Larutan sebanyak 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan larutan Lowry D, dan segera digojog dengan vortex. Kemudian,
diinkubasikan pada suhu kamar selama 15 menit. Ditambahkan 3 ml larutan Lowry E
ke dalam cuplikan dan digojog dengan vortex. Kemudian, diinkubasi pada suhu
kamar selama 45 menit, dan diukur absorbansinya pada 590 nm. Dibuat kurva
standar serum albumin dengan konsentrasi 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1/ml H2O.
Dan bahan-bahan ini, juga diukur absorbansinya pada 590 nm, sehingga diperoleh
garis regeresi hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi protein.
Berdasarkan garis ini, kandungan protein cuplikan bisa diketahui.
v Uji
lemak Uji lemak dilakukan dengan metode Soxhlet (Apriyantono dkk., 1987). Pakan
sebanyak 1.5 g dihaluskan, dibungkus dengan kertas saring dan diberi kapas pada
bagian atas dan bawahnya, dan dimasukkan dalam tabung ekstraksi soxhlet. Air
pendingin dialirkan melalui kondensor, selanjutnya diekstraksi pada alat
destilat soxhlet dengan pelarut petroleum eter secukupnya, selama 3-4 jam.
Botol timbang yang berisi hasil ekstraksi soxhlet diuapkan di dalam oven 105o C
sampai berat konstan
v Uji
kadar air Uji kadar air dilakukan dengan cara pemanasan (Sudarmadji dkk, 1997).
Pakan sebanyak a g ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam oven pada
temperatur 100- 101o C selama 3 jam. Selanjutnya, didinginkan dan ditimbang.
Sampel dipanaskan kembali dalam oven 30 menit, didinginkan dan ditimbang lagi.
Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan
v Kadar
abu Pakan sebanyak 2 g diletakkan dalam krus porselin yang kering dan telah
diketahui beratnya. Dioven pada suhu 105o C selama 2 jam, dipijarkan dalam
furnace bersuhu 600o C selama 2 jam sampai diperoleh abu berwarna putih. Krus
dan abu dimasukkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Berat abu yang
dihasilkan dari selisih penimbangan merupakan kadar abu.
v Pengukuran
kadar protein ikan Pengukuran kadar protein ikan dilakukan dengan metode Lowry
dan dilakukan pada awal dan akhir percobaan. Sampel yang diambil pada jaringan
otot (daging) ikan bagian dorsal (musculus epaxial) dari masing-masing
perlakuan.
BAB III
HASIL dan Pembahasan
Kualitas pakan Salah satu syarat bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan
adalah tersedianya pakan yang bergizi. Uji kualitas pakan tersebut meliputi
pengukuran kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Komposisi dari tiap
pakan yang diuji dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kualitas pakan buatan yang
digunakan untuk perlakuan dalam percobaan.
Perlakuan
|
Uji kualitas pakan
buatan
|
||||
Kadar
Air
(%)
|
Kadar
Abu (%)
|
Kadar
Lemak (%)
|
Kadar
Protein (%)
|
Kadar
karbohidrat (%)
|
|
A
B
C
D
E
|
2,15a 2,42ab 2,82b
2,62ab 2,42ab
|
8,65a 19,48b 21,14c
24,21d 24,94d
|
6,82d
5,09b
5,48c
4,54a
5,41c
|
6,95a 10,14b 13,27c
20,73d 22,88e
|
75,92e 62,87d 57,29c
47,91b 44,35a
|
Dari Tabel 2 tentang kualitas pakan buatan, dapat diketahui bahwa hasil
analisis statistik menunjukkan kadar air pakan pada perlakuan A menunjukkan
beda nyata dengan perlakuan C. Tetapi, perlakuan A tidak berbeda nyata dengan
perlakuan B, D, dan E. Nilai terendah kadar air pakan adalah pada perlakuan A,
yaitu 2,15% dan tertinggi pada pakan C, yaitu 2,82%. Nilai tersebut tidak
terpaut jauh. Hal ini karena proses pengeringan pada pakan dilakukan pada
tempat yang sama. Oleh karena itu, tingkat kekeringan dari pakan buatan relatif
sama. Menurut Sahwan (2002) kadar air pakan sebaiknya lebih baik tidak lebih
besar dari 10%. Jadi, kadar air pada pakan ini masih dalam batas kisaran ideal.
Tingkat kekeringan pakan ini sangat menentukan daya tahan pakan karena apabila
pakan buatan mengandung banyak air maka akan menjadi lembab. Dalam kondisi ini
apabila pakan disimpan terlalu lama akan ditumbuhi jamur. Dengan demikian,
kualitas dari pakan akan menurun, bahkan dapat berbahaya bagi ikan. Kadar air
pada pakan buatan ini sudah relatif rendah sehingga dapat disimpan dalam waktu
yang cukup lama.
Hasil pengukuran pada kadar abu pakan, perlakuan D dan E tidak beda
nyata. Tetapi perlakuan D dan E ini berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C.
Hal ini karena komposisi bahan dari masing-masing perlakuan mempunyai
persentase yang berbeda-beda. Kadar abu pada pakan menunjukkan indikator
besarnya kandungan untuk mineral yang terdapat dalam pakan tersebut (Jangkaru,
1974). Kadar abu tertinggi pakan buatan pada perlakuan E, yang juga memberikan
laju pertumbuhan yang tertinggi di antara perlakuan lainnya. Hal ini
menunjukkan pakan perlakuan E tersebut mempunyai kandungan mineral yang
tertinggi. Perbedaan kadar abu pada pakan buatan, dikarenakan persentase bahan
yang berlainan antara perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Kadar lemak perlakuan C dan E tidak beda nyata, tetapi perlakuan ini
beda nyata dengan A, B dan D. Lemak dalam makanan mempunyai peran yang penting
sebagai sumber tenaga, bahkan dibanding dengan protein dan karbohidrat, lemak
dapat menghasilkan tenaga yang besar. Protein dan karbohidrat berisi sekitar
4,6 kcal/g, tetapi ikan hanya dapat menghasilkan 3,9 kcal/g untuk protein dan
1,6 kcal/g untuk karbohidrat. Lipid mengandung 9,6 kcal/g mempunyai nilai kalori
efektif sebesar 8 kcal/g untuk ikan (Wedemeyer, 1996). Dalam kaitan dengan
pakan buatan, adanya lemak dalam pakan berpengaruh terhadap rasa dan tekstur
pakan yang dibuat. Menurut Mudjiman (1989) kandungan lemak ideal untuk makanan
ikan berkisar 4-18%. Jadi, kadar lemak pada pakan buatan ini masih dalam batas
kisaran kadar lemak ideal untuk pakan ikan.
Dari uji menggunakan DMRT ini, dapat
diketahui kadar protein pakan buatan pada semua perlakuan, yaitu pada A, B, C,
D, dan E menunjukkan beda nyata. Berarti dari masing-masing perlakuan tersebut
mempunyai kadar protein yang berbeda-beda. Protein merupakan senyawa kimia yang
sangat diperlukan oleh tubuh ikan sebagai sumber energi dan diperlukan dalam
pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, pembentukan enzim dan hormon steroid
(Breet dan Grover dalam Dharma dan Suhenda, 1986). Bagi ikan, protein merupakan
sumber tenaga yang paling utama. Pemberian protein dengan kadar yang sesuai
akan meningkatkan pertumbuhan ikan.
Kadar karbohidrat pakan buatan pada semua
perlakuan yaitu perlakuan A, B, C, D, dan E menunjukkan beda nyata. Pada ikan,
karbohidrat merupakan salah satu sumber energi setelah protein dan lemak yang
didapat dari pakan. Kadar karbohidrat pada pakan A sebesar 75,92%. Persentase
yang besar ini diperoleh karena pakan A komposisinya lebih banyak tepung jagung
dan dedak yang merupakan sumber karbohidrat. Sebaliknya, kadar karbohidrat
terendah adalah pada pakan E, yaitu sebesar 44,35%. Hal tersebut karena pada
penyusunan komposisi pakan, pada perlakuan E kadar tepung jagung dan dedak
tidak sebesar pada pakan A.
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut: (i)Tepung ikan, tepung jagung, tepung daun turi , dedak, dan tepung
kanji dapat digunakan sebagai pakan ikan tawes. (ii) Berbagai variasi komposisi
bahan-bahan dalam pakan buatan menghasilkan pertumbuhan yang berbeda bagi ikan
tawes. (iii) Pakan buatan dengan komposisi 42% tepung ikan, 8% tepung jagung,
14% dedak, 30% tepung daun turi, 4% tepung kanji, dan 2% premix vitamin
menghasilkan pertumbuhan ikan tawes paling baik, dan kandungan protein daging
paling tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Apriyantono,
A., D. Fardiaz, N.H. Puspitasari, Sudarnawati, dan S. Budiyanto.
1987. Analisis Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor Press.
Ardiwinata,
R.O. 1981. Pemeliharaan Ikan Tawes. Bandung: Penerbit Sumur.
Rasidi.
1998. Formulasi Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Sudarmadji,
S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Sumantadinata,
K. 1983. Pengembangbiakan Ikan Peliharaan di Indonesia.
Jakarta: Sastra Hudaya.
Komentar
Posting Komentar